Menurut Hidayat, pemerintah harus mengaktifkan kembali rambu-rambu non-tarif, seperti safeguard (jaring pengaman) dan dumping yang selama ini dianggap lembek oleh pengusaha. Selain itu masalah penyelundupan juga harus diselesaikan supaya daya saing produk Indonesia bisa tercapai.
Sebab, kata Hidayat, di luar penurunan tarif nol, kini disinyalir banyak produk ilegal yang masuk ke Indonesia. "Kalau tarifnya zero, berarti sudah tidak bisa ketahuan bedanya lagi mana yang ilegal dan yang legal," ujarnya.
Penerapan tarif nol persen pasar bebas ASEAN-Cina kategori normal track mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010. Beberapa sektor industri menyatakan belum siap bersaing dengan produk-produk Cina yang akan masuk Indonesia. Pekan lalu Asosiasi Pengusaha Indonesia meminta agar pemerintah turut mempersiapkan diri untuk menghadapi FTA Asean-Cina.
Sebelumnya, Departemen Perindustrian sudah membuat presentasi ke Departemen Perdagangan mengenai 314 pos tarif yang layak ditinjau kembali. "Sebab, Departemen Perdagangan yang menjadi negosiatornya," ujar Hidayat.
"Mengenai penurunan tarif akan kita coba tawar melalui pembicaraan dengan negara ASEAN dan Cina," kata dia. Namun, keterlambatan pembicaraan itu mungkin memakan waktu berbulan-bulan. "Selain itu, kebijakan formal, lobi-lobi secara informal juga akan dilakukan," tutur Hidayat.
Hidayat menambahkan, FTA akan tetap berjalan pada 1 Januari 2010. "Tapi, akan kita buat modifikasi," kata Hidayat namun tidak menyebutkan bentuk modifikasi yang akan dilakukan. "Mungkin ada langkah-langkah yang tidak bisa diumumkan untuk melakukan lobi."