PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas merupakan aturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melaksanakan ketentuan Pasal 115A ayat (2) UU 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta ketentuan Pasal 152 dan Pasal 185 huruf b UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menurut PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas bertujuan untuk meningkatkan kemudahan pelayanan, kelancaran, dan pengawasan arus lalu lintas barang dalam pemasukan barang ke atau pengeluaran barang dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dalam rangka mewujudkan tujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diperlukan pengaturan mengenai perlakuan perpajakan termasuk pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam kerangka Pasal 168 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ini mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 20l2 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l2 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5277).
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditetapkan Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653. Agar setiap orang mengetahuinya.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Latar Belakang
Pertimbangan PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah untuk melaksanakan ketentuan pasal 115A ayat l2l Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun l99S tentang Kepabeanan, ketentuan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak penjualan atas Barang Mewah, serta ketentuan Pasal 152 dan pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan pemerintah tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas.
Dasar Hukum
Dasar hukum PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah:
-
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomoi 62, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
-
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Repubtik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
-
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
-
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Penjelasan Umum PP 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, serta peningkatan daya saing di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diperlukan adanya kebijakan strategis pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berdaya saing dengan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau kawasan ekonomi di negara-negara lain.
Dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan kebijakan strategis pengelolaan dan pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dilakukan pengaturan kembali mengenai kelembagaan yang menyangkut Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan, pelayanan perizinan yang mencakup Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya yang diperlukan oleh pengusaha di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, pengembangan dan pemanfaatan Aset yang dikelola oleh Badan Pengusahaan, pemberian fasilitas dan kemudahan dalam pemasukan dan pengeluaran barang, perpajakan, kepabeanan, cukai, keimigrasian, serta fasilitas dan kemudahan lainnya di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Pelaksanaan kebijakan strategis tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 152 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang.
Dalam upaya meningkatkan kemudahan pelayanan, kelancaran, dan pengawasan arus lalu lintas barang dalam pemasukan barang ke atau pengeluaran barang dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, maka perlu mengatur kembali mengenai perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Untuk mewujudkan tujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diperlukan pengaturan mengenai perlakuan perpajakan termasuk pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam kerangka Pasal 168 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 115A ayat (21 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur kembali mengenai perlakuan kepabeanan, perpajakan, dan cukai serta tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Isi PP tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Berikut adalah isi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, bukan format asli:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
-
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
-
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk untuk menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
-
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB.
-
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sebagai pengecualian dari pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
-
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik lndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
-
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
-
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha atau pengusaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
-
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang berada di KPBPB.
-
Barang Konsumsi adalah barang yang digunakan untuk keperluan konsumsi Penduduk.
-
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
-
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
-
Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
-
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan dan/atau kewajiban cukai sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Cukai.
-
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
-
Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut sebagai Inward Manifest adalah daftar muatan barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean.
-
Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Outward Manifest adalah daftar muatan barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean.
-
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
-
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
-
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
-
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
-
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
-
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
-
Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke KPBPB, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
-
Barang Kena Cukai adalah barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, berdasarkan Undang-Undang Cukai.
-
Praktik Bisnis Yang Sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
-
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
-
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
-
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
-
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
-
Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan.
-
Pelabuhan Laut adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan, serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
-
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
-
Pelabuhan adalah Pelabuhan Laut dan Bandar Udara.
-
Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda, serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
-
Badan Usaha Pelabuhan yang selanjutnya disingkat BUP adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya di KPBPB.
-
Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bandar Udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
-
Badan Usaha Bandar Udara yang selanjutnya disingkat BUBU adalah salah satu unit kerja Badan Pengusahaan yang melaksanakan kegiatan pengusahaan di Kawasan Bandar Udara Hang Nadim.
-
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pengusaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:
-
kelembagaan;
-
pelayanan perizinan;
-
pengembangan dan pemanfaatan Aset;
-
fasilitas dan kemudahan;
-
pengembangan dan pengelolaan kawasan Batam, Bintan, dan Karimun; dan
-
sanksi.
BAB II
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Kelembagaan KPBPB terdiri atas:
-
Dewan Kawasan; dan
-
Badan Pengusahaan.
Bagian Kedua
Dewan Kawasan
Pasal 4
-
Dewan Kawasan dibentuk untuk 1 (satu) KPBPB atau lebih dari 1 (satu) KPBPB.
-
Dewan Kawasan diketuai oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan beranggotakan menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/wali kota, dan/atau ketua dewan perwakilan rakyat daerah yang terkait.
Pasal 5
-
Dewan Kawasan mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan.
-
Kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka memberikan arahan, pembinaan, pengawasan, dan koordinasi pelaksanaan kegiatan Badan Pengusahaan.
Pasal 6
Keanggotaan Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan dari menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian.
Pasal 7
-
Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dibentuk Sekretariat Dewan Kawasan.
-
Sekretariat Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris Dewan Kawasan.
-
Sekretariat Dewan Kawasan dan Sekretaris Dewan Kawasan ditetapkan oleh Ketua Dewan Kawasan.
-
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan tata kerja Sekretariat Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Kawasan.
-
Dalam rangka membantu pelaksanaan tugas Sekretariat Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk tim teknis yang ditetapkan oleh Ketua Dewan Kawasan.
Bagian Ketiga
Badan Pengusahaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 8
-
Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan untuk 1 (satu) KPBPB atau lebih dari 1 (satu) KPBPB.
-
Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Kawasan.
-
Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang:
-
melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB sesuai dengan fungsi KPBPB;
-
membuat ketentuan yang diperlukan dalam pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB; dan
-
menetapkan pengelolaan keuangan, pengadaan, perlengkapan, dan sumber daya manusia beserta sistem remunerasinya yang sesuai dengan sistem merit dan prinsip tata kelola yang baik.
Pasal 9
-
Dalam rangka pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, Badan Pengusahaan mengembangkan kegiatan di bidang ekonomi pada sektor pertanian, Perdagangan, maritim, perindustrian, transportasi, perbankan, pariwisata, logistik, pengembangan teknologi, kesehatan, sumber daya air, limbah dan lingkungan, farmasi, kelautan dan perikanan, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, kebudayaan, telekomunikasi, dan bidang lainnya.
-
Bidang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan Kawasan.
-
Pengembangan kegiatan di bidang ekonomi di dalam KPBPB dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan, dan Karimun, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupatenf Kota, dan rencana detail tata ruang.
-
Dalam hal rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, pengembangan kegiatan ekonomi di dalam KPBPB dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan, dan Karimun, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
-
Terhadap kegiatan di bidang ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur publik dan kepentingan umum, dilaksanakan berdasarkan perencanaan bersama antara Badan Pengusahaan dengan Pemerintah Daerah.
-
Infrastruktur publik dan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan infrastruktur untuk pelayanan publik yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi di KPBPB.
-
Perencanaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh Dewan Kawasan.
-
Infrastruktur publik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan kerja sama pemanfaatan infrastruktur dimaksud antara Pemerintah Daerah dengan KPBPB.
Pasal 10
-
Badan Pengusahaan terdiri atas:
-
kepala;
-
anggota; dan
-
pegawai.
-
Kepala dan anggota Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan ditetapkan oleh Dewan Kawasan.
-
Kepala, anggota, dan pegawai pada Badan Pengusahaan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai badan layanan umum.
Pasal 11
-
Susunan organisasi dan tata kerja Badan Pengusahaan ditetapkan dengan Peraturan Dewan Kawasan.
-
Susunan organisasi dan tata kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 12
Badan Pengusahaan menyampaikan laporan kepada Dewan Kawasan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.
Paragraf 2
Pengelolaan Keuangan
Pasal 13
-
Kekayaan Badan Pengusahaan merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan.
-
Anggaran Badan Pengusahaan bersifat dinamis dan fleksibel yang menerapkan Praktik Bisnis Yang Sehat.
-
Badan Pengusahaan menyelenggarakan kegiatan penyelenggaraan layanan umum didasarkan pada Praktik Bisnis Yang Sehat tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
Pasal 14
-
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang, Badan Pengusahaan diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan penerapan Praktik Bisnis Yang Sehat.
-
Fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penganggaran dan pengelolaan perbendaharaan.
-
Pengelolaan perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengelolaan uang, pengelolaan utang, dan pengelolaan Aset.
-
Ketentuan mengenai pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pasal 15
Pola pengelolaan keuangan pada Badan Pengusahaan merupakan pola pengelolaan keuangan yang mengikuti ketentuan PPK-BLU sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai PPK-BLU, kecuali diatur lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 16
-
Kepala Badan Pengusahaan berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang pada Badan Pengusahaan.
-
Kepala Badan Pengusahaan selaku pengguna anggaran/barang dapat menunjuk kuasa pengguna anggaran/barang.
Pasal 17
-
Badan Pengusahaan mengusahakan sendiri sumber pendapatan untuk mendanai belanjanya.
-
Sumber pendapatan Badan Pengusahaan diperoleh dari:
-
jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;
-
hasil kerja sama dengan pihak lain;
-
hibah yang diperoleh sesuai peraturan perundang-undangan;
-
pendapatan yang diperoleh dari uang wajib tahunan atas hak pengelolaan yang dimilikinya; dan/atau
-
hasil usaha lainnya.
-
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
-
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Pengusahaan.
-
Selain sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Pengusahaan dapat memperoleh pendapatan dari:
-
anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/atau
-
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Paragraf 3
Pegawai
Pasal 18
-
Pegawai Badan Pengusahaan dapat berasal dari Pegawai ASN, Pegawai non-ASN, dan tenaga profesional.
-
Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Kepala Badan Pengusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Pegawai Badan Pengusahaan yang menduduki jabatan tertentu dan telah mencapai batas usia pensiun, sesuai dengan kebutuhan dapat diperpanjang sebagai pegawai Badan Pengusahaan paling tinggi sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.
Paragraf 4
Remunerasi
Pasal 19
Kepala, anggota, dan pegawai Badan Pengusahaan diberikan remunerasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PELAYANAN PERIZINAN
Pasal 20
-
Badan Pengusahaan berwenang:
-
menerbitkan seluruh Perizinan Berusaha bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di KPBPB dalam rangka mengembangkan kegiatan di bidang ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan
-
menetapkan jenis dan jumlah Barang Konsumsi serta menerbitkan perizinan pemasukannya.
-
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Perizinan Berusaha pada sektor:
-
kelautan dan perikanan;
-
pertanian;
-
kehutanan;
-
energi dan sumber daya mineral;
-
perindustrian;
-
perdagangan;
-
pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
-
transportasi;
-
kesehatan;
-
kebudayaan;
-
pariwisata;
-
telekomunikasi;
-
logistik;
-
sumber daya air; dan
-
limbah dan lingkungan.
-
Jenis Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
-
Pelaksanaan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko.
-
Badan Pengusahaan berwenang menerbitkan perizinan lainnya yang diperlukan para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Pelaksanaan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perizinan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan melalui OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha secara elektronik.
-
Dewan Kawasan dapat mengubah dan/atau menambahkan jenis Perizinan Berusaha dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini berdasarkan persetujuan Presiden dan ditetapkan dengan Peraturan Dewan Kawasan.
BAB IV
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ASET
Pasal 21
-
Badan Pengusahaan dapat melakukan kerja sama pemanfaatan Aset.
-
Dalam rangka pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha.
-
Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
-
badan usaha milik negara;
-
badan usaha milik daerah;
-
koperasi;
-
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
-
badan hukum asing.
-
Bentuk dan tata cara pemanfaatan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan aset.
Bagian Kesatu
Bandar Udara Hang Nadim
Pasal 22
-
Badan Pengusahaan menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di Bandar Udara Hang Nadim Batam.
-
Badan Pengusahaan membentuk BUBU untuk melakukan kegiatan pengusahaan di Bandar Udara Hang Nadim Batam.
-
BUBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan pengusahaan di Bandar Udara Hang Nadim Batam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengusahaan di Bandar Udara Hang Nadim Batam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BUBU dapat bekerja sama dengan:
-
badan usaha milik negara;
-
badan usaha milik daerah;
-
koperasi;
-
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
-
badan hukum asing.
Pasal 23
-
Penyelenggaraan kegiatan pengusahaan Bandar Udara Hang Nadim Batam dikenakan tarif.
-
Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
-
tarif jasa Kebandarudaraan; dan
-
tarif jasa terkait Bandar Udara.
-
Tarif jasa Kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh BUBU setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa Kebandarudaraan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.
-
Tarif jasa terkait Bandar Udara Hang Nadim Batam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
-
Dalam hal penyelenggaraan layanan Bandar Udara yang dikerjasamakan belum memiliki tarif jasa terkait Bandar Udara, besaran tarif tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
-
Tarif jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi.
Bagian Kedua
Pelabuhan Laut
Pasal 24
-
Badan Pengusahaan menyelenggarakan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Kepelabuhanan, kecuali penyelenggaraan keselamatan dan keamanan pelayaran serta kerja sama Pemerintah Pusat dengan lembaga/organisasi internasional yang diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.
-
Badan Pengusahaan menyelenggarakan kegiatan pengusahaan Pelabuhan Laut di KPBPB.
-
Badan Pengusahaan dalam pengusahaan Pelabuhan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membentuk BUP.
-
BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan pengusahaan Kepelabuhanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengusahaan Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BUP dapat bekerja sama dengan:
-
badan usaha milik negara;
-
badan usaha milik daerah;
-
koperasi;
-
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
-
badan hukum asing.
Pasal 25
-
Dalam rangka pelaksanaan pengaturan kegiatan Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Badan Pengusahaan mengenakan tarif.
-
Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
-
tarif jasa Kepelabuhanan; dan
-
tarif jasa terkait Kepelabuhanan.
-
Tarif jasa Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh BUP setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa Kepelabuhanan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.
-
Tarif jasa terkait Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh BUP setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
-
Tarif jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi.
Bagian Ketiga
Air, Limbah, dan Aset Lainnya
Pasal 26
-
Badan Pengusahaan melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, dan bendungan di KPBPB.
-
Dalam rangka pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan dapat membentuk badan usaha sistem penyediaan air minum.
-
Badan Pengusahaan melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem air limbah, dan limbah bahan berbahaya dan beracun.
-
Badan Pengusahaan melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan Aset lainnya yang tidak termasuk sebagai aset Bandar Udara, aset Pelabuhan Laut, aset pengelolaan air minum, dan pengelolaan air limbah, dan limbah bahan berbahaya dan beracun.
-
Dalam rangka pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan air limbah, dan limbah bahan berbahaya dan beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), serta Aset lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)., Badan Pengusahaan dapat membentuk badan usaha.
-
Dalam rangka pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), air limbah, dan limbah bahan berbahaya dan beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), serta Aset lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Pengusahaan dapat bekerja sama dengan:
-
badan usaha milik negara;
-
badan usaha milik daerah;
-
koperasi;
-
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
-
badan hukum asing.
BAB V
FASILITAS DAN KEMUDAHAN
DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
-
Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di KPBPB diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
-
pemasukan dan pengeluaran barang;
-
perpajakan;
-
kepabeanan;
-
cukai;
-
keimigrasian;
-
larangan dan pembatasan; dan
-
fasilitas dan kemudahan lainnya.
-
Fasilitas dan kemudahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pemasukan dan Pengeluaran Barang
Pasal 28
-
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB wajib dilakukan di Pelabuhan yang ditunjuk.
-
Pelabuhan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pelabuhan yang telah mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi dan telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean.
-
Untuk kepentingan pengawasan dan pelayanan, menteri yan g menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara menetapkan Kantor Pabean, Kawasan Pabean, dan pos pengawasan pabean.
-
Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kawasan Pabean.
Pasal 29
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 30
Badan Pengusahaan berkewajiban untuk menyediakan dan mengembangkan Pelabuhan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
Pasal 31
-
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan.
-
Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
-
pemasukan Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk; atau
-
pemasukan dan/atau pengeluaran barang, selain Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk.
-
Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke KPBPB dari luar Daerah Pabean sesuai dengan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan barang yang dimasukkan ke KPBPB hanya yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
-
Badan Pengusahaan melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jumlah dan jenis Barang Konsumsi yang telah dimasukkan oleh pengusaha sesuai dengan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
-
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB atas:
-
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
-
barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
-
barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
-
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
-
persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
-
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
-
peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
-
barang pindahan;
-
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
-
obat-obatan yang dimasukkan dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
-
bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan;
-
peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
-
barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
-
barang untuk keperluan olahraga yang dimasukkan oleh induk organisasi olahraga nasional;
-
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam;
-
buku ilmu pengetahuan; dan
-
barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
-
Ketentuan mengenaiPerizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Badan Pengusahaan.
Pasal 32
-
Pemasukan Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean ke KPBPB, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
-
pemasukan hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a; dan
-
jumlah dan jenis Barang Konsumsi yang dimasukkan ke KPBPB sesuai dengan jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan.
-
Penetapan jumlah dan jenis Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean oleh Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan sesuai dengan pertimbangan dari Dewan Kawasan.
-
Penetapan jumlah dan jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara otomasi dengan memperhatikan penerapan asas transparansi dan Praktik Bisnis Yang Sehat.
-
Formulasi penetapan jumlah dan jenis Barang Konsumsi oleh Badan Pengusahaan dilakukan dengan memperhitungkan antara lain:
-
jumlah dan jenis kebutuhan;
-
jumlah Penduduk berdomisili KPBPB dan Penduduk non-domisili KPBPB;
-
luas wilayah KPBPB;
-
realisasi pemasukan barang ke KPBPB berdasarkan penetapan jumlah dan jenis oleh Badan Pengusahaan; dan
-
tingkat kepatuhan pengusaha.
-
Pengawasan atas peredaran Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean ke KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Badan Pengusahaan.
-
Hasil pengawasan peredaran Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean ke KPBPB dan pengadministrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), menjadi pertimbangan Badan Pengusahaan dalam menghitung formulasi penetapan jumlah dan jenis Barang Konsumsi dari luar Daerah Pabean yang dimasukkan ke KPBPB untuk kebutuhan Penduduk.
-
Tata cara penetapan jumlah dan jenis Barang Konsumsi oleh Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, formulasi penetapan jumlah dan jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan pengawasan atas peredaran dan pengadministrasian Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan.
Pasal 33
-
Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (1) memenuhi kriteria antara lain:
-
barang untuk keperluan pemenuhan kebutuhan konsumsi Penduduk;
-
tidak ditujukan sebagai bahan baku atau bahan penolong industri; dan
-
dikonsumsi di dalam KPBPB.
-
Terhadap Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
-
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas pengeluaran Barang Konsumsi berupa barang kiriman, barang penumpang, atau barang awak sarana pengangkut dalam jumlah dan/atau nilai tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
-
Terhadap barang kiriman, barang penumpang, atau barang awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.
-
Untuk kepentingan pengawasan, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas pengeluaran Barang Konsumsi berupa barang kiriman, barang penumpang, atau barang awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
-
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan:
-
penilaian risiko; dan/atau
-
sistem analisis informasi penumpang, awak sarana pengangkut atau barang kiriman.
-
Terhadap barang kiriman, barang penumpang, atau barang awak sarana pengangkut yang:
-
tidak diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
-
diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun jumlah dan/atau jenis tidak sesuai; dan/atau
-
melebihi jumlah dan/atau nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
dilakukan penindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
Paragraf 1
Pengangkutan, Pembongkaran, Pemuatan,
dan Penimbunan Barang
Pasal 34
-
Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:
-
luar Daerah Pabean;
-
KPBPB lainnya; atau
-
tempat lain dalam Daerah Pabean.
wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi sebelum kedatangan sarana pengangkut.
-
Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terhubung dengan ekosistem logistik KPBPB sebagai bagian dari ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) yang diwajibkan pemerintah untuk percepatan logistik nasional.
-
Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut yang telah disampaikan ke Kantor Pabean dan mendapatkan nomor pendaftaran, merupakan pendahuluan Inward Manifest yang diajukan oleh pengangkut.
-
Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sarana pengangkutnya memasuki KPBPB, wajib mencantumkan barang yang diangkutnya dalam Inward Manifest.
-
Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari KPBPB menuju ke:
-
luar Daerah Pabean;
-
KPBPB lainnya; atau
-
tempat lain dalam Daerah Pabean,
wajib menyerahkan pemberitahuan Outward Manifest atas barang yang diangkutnya paling lambat sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
-
Kewajiban untuk menyerahkan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (l), Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (5), juga berlaku untuk angkutan penyeberangan di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran.
-
Tata cara penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, ekosistem logistik, Inward Manifest, dan Outward Manifest dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, Inward Manifest, dan Outward Manifest.
Pasal 35
-
Barang yang diangkut oleh sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib dibongkar di:
-
Kawasan Pabean; atau
-
tempat lain di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan rekomendasi Kepala Badan Pengusahaan.
-
Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5), wajib dilakukan di:
-
Kawasan Pabean; atau
-
tempat lain di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan rekomendasi Kepala Badan Pengusahaan.
Pasal 36
-
Sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean di KPBPB, barang asal luar KPBPB atau barang yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB dapat ditimbun di TPS.
-
Dalam hal tertentu, barang asal luar KPBPB atau barang yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB dapat ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
-
Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari KPBPB ke:
-
luar Daerah Pabean;
-
KPBPB lainnya;
-
Tempat Penimbunan Berikat;
-
KEK; atau
-
tempat lain dalam Daerah Pabean.
sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di TPS atau tempat lain di luar Kawasan Pabean setelah mendapatkan izin Kepala Kantor Pabean.
Pasal 37
-
Barang yang telah dibongkar di Pelabuhan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabeannya untuk:
-
dimasukkan ke KPBPB;
-
diangkut lanjut;
-
diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya;
-
dikeluarkan kembali ke luar Daerah Pabean; atau
-
dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
-
Barang yang telah dimuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (21 dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean di KPBPB, setelah dipenuhinya Kewajiban Pabeannya untuk dikeluarkan dari KPBPB ke:
-
luar Daerah Pabean;
-
KPBPB lainnya;
-
Tempat Penimbunan Berikat;
-
KEK; atau
-
tempat lain dalam Daerah Pabean.
Paragraf 2
Pemberitahuan Pabean
-
Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
-
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui sistem pertukaran data elektronik kepabeanan yang terhubung dengan Indonesia National Single Window (INSW).
-
Dalam hal telah ditetapkan kondisi kahar, Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara tertulis di atas formulir.
-
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB dicatat sebagai impor.
-
Pengeluaran barang dari KPBPB ke luar Daerah Pabean dicatat sebagai ekspor.
Paragraf 3
Pemeriksaan Pabean
Pasal 39
-
Terhadap barang yang akan:
-
dimasukkan ke KPBPB dari luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, atau KEK; atau
-
dikeluarkan dari KPBPB ke luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, KEK, atau tempat lain dalam Daerah Pabean,
dapat dilakukan penelitian dokumen secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
-
Terhadap pemasukan:
-
barang ke KPBPB dari tempat lain dalam Daerah Pabean; atau
-
Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean,
dikecualikan dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
-
Terhadap barang yang akan:
-
dimasukkan ke KPBPB dari luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, KEK, atau tempat lain dalam Daerah Pabean; atau
-
dikeluarkan dari KPBPB ke luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, KEK, atau tempat lain dalam Daerah Pabean,
dapat dilakukan pemeriksaan fisik secara selektif berdasarkan manajemen risiko atau nota hasil intelijen.
-
Tata cara mengenai penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Paragraf 4
Akses Kepabeanan
Pasal 40
-
Pengusaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 31 ayat (1), dan pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib melakukan registrasi kepabeanan untuk mendapatkan akses kepabeanan.
-
Registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai registrasi kepabeanan.
Paragraf 5
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai
Pasal 41
-
Pengusaha Barang Kena Cukai di KPBPB wajib memiliki nomor pokok pengusaha Barang Kena Cukai.
-
Tata cara penetapan nomor pokok pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cukai.
Paragraf 6
Pembukuan
Pasal 42
-
Pengusaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), pengusaha TPS, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, pengusaha pengangkutan, atau pengusaha di bidang cukai wajib menyelenggarakan pembukuan.
&